Dibalik Ekspor Karet Yang Tinggi, Terdapat Petani Karet Yang Menjerit
ARTIKEL
Ditulis Oleh : Muhammad Idris (Mahasiswa Politeknik Statistika STIS)
Produk domestik bruto atau yang lebih sering kita dengar dengan istilah PDB merupakan salah satu indikator yang sangat penting yang digunakan untuk memberikan gambaran kondisi ekonomi negara dalam suatu peride tertentu. PDB juga merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional negara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, nilai PDB Indonesia mencapai 14.837,4 triliun. Salah satu kontribusi terbesar adalah pada sektor pertanian yang mencapai 1.900,4 triliun atau sekitar 12,81% dari total PDB indonesia.
Sektor Pertanian terbagi lagi kedalam beberapa subsektor, dimana subsektor perkebunan memberikan kontribusi terbesar yaitu 25,75% dari sektor pertanian atau sekitar 489,35 triliun. Jika dipresentasekan berdasarkan total PDB Indonesia, maka perkebunan menyumbang sebesar 3,29%. Subsektor perkebunan sendiri merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerapan tenaga kerja, dan penghasil devisa.
Salah satu komiditi perkebunan yang perannya sangat penting dalam perekonomian Indonesia adalah karet. Karet juga merupakan komoditas ekspor Indonesia yang memiliki perananan penting sebagai penghasil devisa negara lain, tidak hanya minyak dan gas. Indonesia sendiri merupakan negara eksportir serta negara produsen karet terbesar di dunia. Selain memiliki peluang yang besar untuk diekspor, pasar karet di dalam negri juga masih cukup besar diantaranya adalah industri ban,aspal, dan sebagainya.
Berdasarkan outlook karet 2018 yang diterbitkan oleh kementrian pertanian republik indonesia, produksi karet tahun 2017 sebesar 3,63 juta ton, dan sekitar 2,62 juta ton diekspor atau sekitar 78% dari produksi karet nasional. Volume ekspor karet nasional selama tahun 2008 – 2017 berfluktuasi dengan rata-rata tumbuh 2,51% per tahun. Berdasarkan data dari FAO, Indonesia merupakan negara produsen kedua karet di dunia setelah Thailand.
Berdasarkan publikasi statistik karet indonesia 2017 yang diterbitkan oleh badan pusat statistik (BPS), terdapat 5 provinsi dengan produksi perkebunan karet terbesar di indonesia yaitu Sumatera Selatan, Sumatera Utara , Riau , Jambi, dan Kalimantan Barat. Sumatera selatan menduduki peringkat pertama sebagai provinsi produksi karet tertinggi yaitu sebesar 998,1 ribu ton, naik 3,71% dari tahun 2016. Jika dipresentasekan, maka sumatera selatan menyumbang sebesar 27,49% dari total produksi karet nasional. Kemudian provinsi berikutnya diikuti oleh Sumatera utara dan Riau sebesar 464,2 tibu ton dan 362,8 ribu ton.
Produksi Karet yang besar di indonesia tentunya tidak lepas dari ketersediaan luas area perkebunan yang ada. Berdasarkan data BPS, luas area perkebunan karet di indonesia pada tahun 2017 mencapai 3.659.129 Ha, meningkat 0,55% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 3.639.049 Ha. Sama seperti produksinya, Sumatera Selatan juga menduduki peringkat pertama sebagai provinsi dengan luas area perkebunan karet terbesar, luas area perkebunan di sumatera selatan sendiri sebesar 838,5 ribu Ha, meningkat sebesar 0,35% dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini berarti sumatera selatan memberikan kontribusi luas area perkebunan karet indonesia sebesar 22,83%.
Dibalik ekspor dan produksi karet yang tinggi, Petani karet yang ada di indonesia dapat dikatakan belum sejahtera. Hal ini dikarenakan nilai harga beli karet mentah yang rendah. Harga karet yang ada pada petani karet tidak kunjung membaik selama beberapa tahun terakhir. Harga karet yang rendah tersebut, membuat petani karet tidak punya pilihan lain, selain bertahan di tengah situasi melemahnya harga karet saat ini. Hal ini dikarenakan tanaman karet tidak bisa ditebang begitu saja dan berganti ke komoditas lain.
Harga karet yang ada pada saat ini hanya berkisar diantara Rp 6 ribu sampai Rp 9 ribu rupiah per kilogram. Harga tersebut jauh di bawah harga karet periode 2012-2013 lalu yang sempat tembus Rp 20 ribu per kg di tingkat petani. Dengan pendapatan yang kecil tersebut banyak petani karet tidak mampu mengeluarkan biaya untuk melakukan perawatan pohon karet, sehingga menyebabkan pohon karet tersebut rusak atau terserang hama yang merugikan petani karet itu sendiri.
Pemerintah harusnya benar-benar memperhatikan kondisi petani karet yang ada, karena pemerintah sendiri menerima pemasukan negara dari pajak karet. Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah diantaranya adalah memerintahkan BUMN untuk membeli karet yang dihasilkan dari petani karet, selain itu juga pemerintah dapat mencanangkan pembangunan pabrik pengolahan karet didalam negri sehingga permintaan karet terhadap petani dapat meningkat. Hal yang lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan memanfaatkan karet sebagai bahan campuran aspal, sehingga produksi karet yang dihasilkan juga berdampak pada pembangunan jalan yang ada di indonesia.
There are no comments at the moment, do you want to add one?
Write a comment