Koruptor Minimal Diganjar Hukuman 15 Tahun Penjara
VIVA SUMSEL.COM, Palembang – Koordinator aksi damai Aliansi Pemuda Peduli Dana Pajak Rakyat (APP-DPR) Sumatera Selatan, H. Eddy Rianto, SH, MH, menyatakan tidak akan memaafkan dosa Presiden Jokowi, bila melakukan korupsi. Namun, Eddy yakin Jokowi adalah pemimpin yang bersih.
“Bila Presiden Jokowi korupsi, sebagai pemilih dan pejuang Jokowi, kami tidak akan memaafkan. Tapi, kami yakin Pak Jokowi tidak seperti itu, Pak Jokowi adalah pemimpin bersih dan berintegritas, ” kata Direktur Komunikasi dan Politik Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin ketika orasi di depan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel, Rabu (26/2/2020).
Dalam aksi yang diikuti para mahasiswa, aktivitis, wartawan, pemuda, dan masyarakat itu, Eddy meminta Presiden Jokowi untuk membuat regulasi untuk memperberat hukuman bagi para koruptor. Presiden diminta untuk merevisi UU dan atau Peraturan Perundang-Undangan terkait tindak pidana korupsi.
“Kami minta Presiden Jokowi untuk memperberat hukuman bagi koruptor. Paling rendah vonis hakim 15 tahun penjara. Bila yang korupsi itu adalah oknum penegak hukum, maka hukumannya minimal 20 tahun penjara, tanpa dipotong remisi,” ujar mantan anggota DPRD Sumsel itu.
Hukuman bagi koruptor, lanjut Eddy, tidak sekadar hukuman badan di dalam penjara, tetapi karena banyak kasus Napi koruptor plesiran ke mall, nonton tennis, jalan-jalan ke Bali, ke luar negeri, harus dibuatkan regulasi agar Napi koruptor dibuat penjara di pulau khusus koruptor.
“Kita harus buat efek takut, bukan sekadar efek jera. Kalau hanya efek jera, koruptor masih banyak yang tersenyum di depan layar televisi, masih berleha-leha plesiran, tapi dengan efek takut, hukuman minimal 15 tahun penjara tanpa revisi, ditempatkan di penjara pulau khusus,” kata Eddy didepan lampu sorot kamera dari berbagai media dan televisi di Tanah Air.
Selain menyampaikan ide brilian terkait dibentuknya penjara di pulau khusus koruptor, hukuman diperberat minimal 15 tahun, Eddy Rianto juga mendesak Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, yang merupakan salah seorang putra terbaik Sumsel, untuk “bersih-bersih rumah” di wilayah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan.
“Kita minta kepada Pak Firli Bahuri untuk “bersih-bersih rumah”. Kita minta Pak Firli mengarahkan alat sadapnya ke wilayah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan,” pinta mantan Ketua Badan Kehormatan DPRD Sumsel itu.
Dalam kesempatan itu, Eddy juga melaporkan kasus dugaan korupsi di wilayah Kabupaten di Sumatera Selatan.
“Ini salah satu contoh kasus dugaan korupsi yang kami laporkan kepada Kejaksaan Tinggi Sumsel. Kami minta untuk diusut tuntas. Dugaan kasus ini juga sudah kami laporkan kepada Presiden Jokowi, Ketua KPK, Jaksa Agung, Jamwas Kejaksaan Agung RI, dan Polda Sumsel. Semua sudah kami kirim bahkan berkas yang ke pusat kami kirimkan pos kilat khusus tercatat,” tukasnya.
Dalam aksi teaterikal yang dilakoni oleh mahasiswa asal UIN Raden Fatah Palembang, Universitas Sriwijaya, dan mahasiswa asal Sumsel yang kuliah di Australia itu, dilakukan dengan aksi panggung menceritakan lakon koruptor yang dihukum dengan hukuman cambuk. Hal itu sebagai gambaran maraknya korupsi di Tanah Air.
“Dengan regulasi yang lebih berpihak kepada keadilan, kita yakin negara kita akan lebih makmur dan sejahtera tanpa korupsi,” kata Eddy dengan suara lantang memakai pengeras suara dihadiri para wartawan, reporter, polisi, jaksa, mahasiswa, dan masyarakat tersebut.
Menurut Eddy, agar penegakan hukum dan pemberantasan korupsi lebih cepat dan massif, perlu juga dinaikkan gaji dan tunjangan bagi aparat penegak hukum polisi dan jaksa, selain KPK. “Bila aparat polisi dan jaksa yang memberantas korupsi dinaikkan kesejahteraannya, kami yakin pemberantasan korupsi akan lebih cepat. Begitu juga para koruptor akan takut dan kapok, tidak sekadar jera, bila peraturan perundang-undangannya direvisi dengan memperberat hukuman bagi para koruptor dan ditempatkan dalam penjara di pulau khusus,” kata Eddy berapi-api.(anz).
There are no comments at the moment, do you want to add one?
Write a comment