Viva Sumsel

 Breaking News

Menanamkan Sense of Belonging Melalui Perilaku Menjaga Lingkungan

Menanamkan Sense of Belonging Melalui Perilaku Menjaga Lingkungan
November 15
22:00 2019

ARTIKEL

 

Ditulis Oleh : Dani Setyabudi (Mahasiswa STIS)

 

                 Sense of belonging atau rasa memiliki merupakan perasaan yang dimiliki oleh setiap orang terhadap sesuatu yang dia sukai sehingga senantiasa melakukan segala hal dengan ikhlas demi menjaga eksistensi sesuatu yang dia sukai tersebut. Sense of belonging dapat diartikan banyak hal.

Misal seseorang menyukai bermain bola basket. Demi menguasainya, dia akan berlatih keras. Meskipun latihan yang dijalani cukup berat, asal dijalani sepenuh hati maka akan terasa mudah.

Dalam konteks yang lebih luas, misal seseorang karyawan mempunyai rasa memiliki terhadap lingkungan pekerjaannya. Dia akan senantiasa menjaga lingkungan pekerjaannya tetap kondusif, seperti menjaga keharmonisan antar karyawan, merapikan ruangan kerja, tidak terlambat dalam bekerja, dan tindakan-tindakan lainnya yang menjaga kondusivitas pekerjaannya. Oleh karena itu di dalam perusahaan, sense of belonging merupakan aset paling berharga untuk prospek perusahaan tersebut.

            Sense of belonging yang ada dalam tiap individu tidak dapat dibentuk secara instan. Dibutuhkan tindakan yang berulang-ulang sampai seseorang tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukan suatu hal. Terpatrinya sense of belonging dimulai dari melakukan hal-hal kecil yang bermanfaat. Terkait penghematan energi dapat dilihat melalui seberapa sering menutup panci saat merebus makanan, seberapa sering mematikan lampu ketika tidak digunakan, di saat siang hari yang cerah apakah memanfaatkan pencahayaan dari sinar matahari untuk menerangi ruangan, seberapa sering membiarkan televisi menyala ketika tidak digunakan, dan apakah mempertimbangkan membeli alat elektronik dengan daya rendah. Hal-hal kecil itulah yang berperan dalam menumbuhkan sense of belonging dalam pengelolaan energi.

            Sebagai gambaran, berdasarkan publikasi BPS tentang Laporan Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup (IPKLH) tahun 2018, nilai IPKLH di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 0,51. Provinsi dengan IPKLH tertinggi yaitu Provinsi Aceh dengan nilai IPKLH sebesar 0,55. Sedangkan Provinsi dengan IPKLH terendah yaitu Provinsi NTT dengan nilai IPKLH sebesar 0,41. IPKLH yang rendah didominasi oleh wilayah timur Indonesia. Sementara itu 26 provinsi yang memiliki IPKLH melebihi Indonesia didominasi wilayah barat Indonesia.

            Pertumbuhan penduduk yang pesat di wilayah barat Indonesia mendorong perekonomian dan secara langsung meningkatkan pendapatan masyarakat. Akibatnya konsumsi masyarakat juga meningkat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan jumlah timbulan sampah secara nasional sebesar 175.000 ton per hari atau setara dengan 64 juta ton per tahun. Jika melihat UU Nomor 18 Tahun 2008, tertulis bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Itulah kenapa terdapat perbedaan antara wilayah Indonesia bagian barat dan timur.

            Penghitungan IPKLH dibagi menjadi empat dimensi, yaitu : penghematan air, pengelolaan energi, transportasi pribadi, dan pengelolaan sampah. Dimensi yang memiliki indeks paling besar yaitu pengelolaan sampah sebesar 0,72. Angka yang cukup tinggi untuk menggambarkan ketidakpedulian masyarakat Indonesia dalam mengelola sampah. Lebih dari separuh (53%) rumah tangga Indonesia mengelola sampah dengan dibakar yang mana akan menimbulkan polusi udara. Seseorang yang menghirup asap pembakaran sampah memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan, seperti batuk, mata merah dan berair, hidung terasa perih, serta sakit kepala. Selain itu, kebijakan pemerintah terkait penerapan cukai kantong plastik masih belum powerful mendorong rumah tangga untuk membawa tas belanja sendiri. Tercatat sebesar 84,1% rumah tangga di Indonesia jarang membawa tas belanja sendiri saat pergi berbelanja.

            Tidak bisa dipungkiri lagi, kondisi lingkungan hidup di Indonesia semakin memburuk dikarenakan ketidakpedulian masyarakat dalam upaya menjaga lingkungan hidup. Hal ini terjadi karena kurangnya sense of belonging. Untuk menumbuhkannya dapat dimulai dari hal-hal kecil seperti menjaga lingkungan hidup di sekitar kita. Indonesia mungkin bisa berkaca dari strategi negara-negara tetangga yang memiliki kualitas lingkungan hidup yang baik contohnya Singapura. Yang terkenal dari pengelolaan sampah di Singapura adalah proses gasifikasi, dimana sampah dibakar dalam suhu 1000 derajat celcius selama tujuh hari dalam seminggu. Namun penanganan masalah lingkungan hidup yang baik adalah dimulai dari unit terkecil dari suatu negara, yaitu individu yang dibentuk melalui penanaman sense of belonging yang diwujudkan melalui perilaku menjaga lingkungan hidup.

 

About Author

redaksi Viva Sumsel

redaksi Viva Sumsel

Related Articles

0 Comments

No Comments Yet!

There are no comments at the moment, do you want to add one?

Write a comment

Only registered users can comment.

Email Subcribers

Loading

MEDIA PATHNER

BANNER PARTNERSHIP

Kalender

November 2019
S S R K J S M
« Okt   Des »
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930  

Banner PARTNERSHIP

Karir Pad Widget