Kakao Indonesia, Apakah Akan Habis Ditelan Jaman ?
ARTIKEL
Ditulis oleh : Hajrul Multazam (Mahasiswa Polstat STIS Jakarta)
Cokelat, siapa yang tidak kenal dengan bahan makanan dan minuman satu ini. Saat ini, cokelat merupakan salah satu bahan makanan yang sangat digemari oleh semua kalangan di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Kepopulaeran cokelat tidak lain adalah karena rasanya yang manis dan lezat. Selain karena rasanya, coklat juga digemari karena terdapat sangat banyak manfaat yang terkandung didalamnya salah satunya adalah kandungan antioksidan yang tinggi, menurut para ahli kandungan antioksidan pada coklat mampu melindungi tubuh 100 kali lebih efektif daripada vitamin C.
Cokelat berasal dari biji tumbuhan kakao (Theobroma cacao sp.) yang pada awalnya berasal dari bagian Amerika Selatan, tetapi sekarang sudah sangat banyak ditanam di berbagai Kawasan yang beriklim tropis, terutama daerah yang berada pada rentang 20 derajat dari khatulistiwa. Secara umu terdapat 3 varietas kakao yaitu criolo, forastero dan trinitario. Dari ketiga varietas tersebut, forastero merupakan varietas paling popular di dunia karena dapat menghasilkan lebih banyak biji kakao dan lebih tahanhama dibandingkan varietas lainnya.
Sebagai salah satu negara yang terletak di sekitar garis khatulistiwa, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kakao di dunia. Berdasarkan data FAO tahun 2017, Indonesia merupakan negara dengan jumlah produksi kakao terbesar ketiga di dunia setelah pantai gading dan ghana. Dimana pada tahun tersebut Pantai gading memproduksi sebanyak 2,034 juta ton, Ghana memproduksi sebanyak 883 ribu ton dan Indonesia memproduksi sebanyak 659 ribu ton.
Provinsi dengan total produksi kakao terbesar di Indonesia adalah provinsi Sulawesi Tengah yaitu sejumlah 19,05% dari total produksi kakao nasional. Diikuto oleh Provinsi Sulawesi Tengah dengan 17,32% kemudian adalah provinsi Sulawesi Tenggara dengan kontribusi sebesar 15,50% selajnjutnya adalah provinsi Sulawesi Tenggara dengan 9,32% dan provinsi dengan kontribusi terbesar kelima pada produksi kakao nasional adala provinsi Sumater Barat dengan kontribusi sebesar 8,03%. Berdasarkan data diatas terlihat bahwa Sulawesi adalah daerah yang menyumbang kontribusi terhadap kakao terbesar di Indonesia. (BPS)
Jika dilihat berdasarkan luas areal perkebunan kakao Indonesia sebelum tahun 2017, selama empat tahun terakhir terjadi penurunan luas areal perkebunan kakao. Pada tahun 2013 tercatat luas areal perkebunan kakao Indonesia seluas 1,74 hektar, pada tahun 2016 luas areal perkebunan kakao seluas 1,72 juta hektar atau terjadi penurunan sebesar 1,14 persen. Penurunan luas areal perkebunan kakao disebabkan karena berubahnya fungsi perkebunan menjadi pemukiman warga.
Provinsi yang mempunyai luas areal perkebunan kakao pada tahun 2016 adalah provinsi Sulawesi tengah dengan total 289,2 ribu hektar atau 16,8 persen dari total luas areal perkebunan kakao di Indonesia. Diikuti oleh provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan dengan masing seluas 257,7 dan 245,8 ribu hektar.
Dilihat berdasarkan status pengusahaannya, sebagian besar perkebunan kakao pada tahun 2016 diusahakan oleh perkebunan rakyat yaitu sebesar 97,55 persen dari total luas perkebunan kakao di Indonesia, kemudian diikuti oleh perkebunan swasta sebesar 1,59 persen dari total luas perkebunan dan perkebunan besar negara hanya sebesar 0,86 persen.
Berdasarakan data BPS, Pada tahun 2013 total volume ekspor mencapai 414,09 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 1,13 milyar, menurun pada tahun 2017 dimana volume ekspor kakao Indonesia pada tahun 2017 berada pada angka 354,9 ribu ton dengan total nilai US$ 1,12 milyar. Hal tersebut berarti volume ekspor Indonesia sekitar 40 persen dari total produksi kakao Indonesia. Ekspor kakao Indonesia didominasi oleh kakao butter sebesar 39 persen dari total ekspor, diikuti oleh tepung kakao sebesar 23 persen, olahan makanan sebesar 19 persen, dan biji kakao sebesar 7 persen.
Kakao produksi Indonesia sudah diekspor ke lima benua, yaitu Asia, Eropa, Amerika, Afrika, dan Australia. Pada tahun 2017, Lima besar negara yang mengimpor kakao Indonesia adalah Malaysia, Amerika, China, India, dan Belanda. Volume ekspor ke Malaysia mencapai 101,01 ribu ton dengan nilai US$ 193,67 juta. Peringkat kedua adalah Amerika Serikat dengan volume ekspor sebesar 67,1 ribu ton dengan nilai US$ 303,12 juta Peringkat ketiga adalah China, dengan volume ekspor sebesar 20,13 ribu ton dengan nilai US$ 71,44 juta. Peringkat keempat adalah India dengan volume ekspor 15,94 ribu ton dengan nilai US$ 49,47 juta. Peringkat kelima adalah Belanda dengan volume ekspor 15,52 ribu ton dengan nilai US$ 69,69 juta.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia, terutama pada bagian luas areal perkebunan kakao yang makin menurun setiap tahunnya. Oleh karena itu, perlu uluran tangan dari pemerintah untuk membantu supaya luas areal perkebunan kakao tidak terus menurun tiap tahunnya. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membantu masyarakat untuk membuka kebun-kebun baru untuk para petani kakao. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penelitian untuk membuat bibit kakao yang lebih unggul sehingga produktivitas kakao dapat lebih tinggi sehingga produksi kakao Indonesia masih dapat selalu terjaga.
Permasalahan juga terdapat pada komoditi ekspor kakao yang masih didominasi oleh bahan mentah hasil olahan kakao. Seharusnya pemerintah dapat memberikan pelatihan kepada para petani supaya dapat lebih baik dalam mengolah kakao hasil panen menjadi produk-produk yang mempunyai nilai jual lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi para petani dan juga bagi perekonomian negara Indonesia itu sendiri. (*)
There are no comments at the moment, do you want to add one?
Write a comment